CREDIT TO : http://mohdsollehsaily.blogspot.com/

Assalamulaikum wbt,..
hm,isu kafir mengkafir kali ini bukan sahaja bab kes parti tetapi juga kepada tokoh ilmuan...
Ramai ilmuan terutamanya dalam bab akidah(hal yang berkaitan dengan persoalan di mana Allah SWT berada dll) menjadi sasaran mereka untuk menghukum kafir dan sesat kepada saudara seagama..
Hati ini benar- benar sedih dan menangis kerana mengenang keadaan kedua belah pihak yang bertelagah pendapat disebabkan dalil dalam kitab-kitab para ulamak-ulamak besar dalam firkah masing-masing...

Kadang-kadang hairan juga dengan ilmu para tokoh ilmuan ini sehingga sanggup menghukum kafir saudara seagama sendiri..apa lagi sehingga hilang rasa malu dan langsung tidak berakhlak ketika berdebat ataupun berbahas..
mereka kata bukan berbahas dan berdebat,tapi berbincang..berbincang apanya kalau siap maki hamun dalam perbincangan???


Kata Ali Shariati, 'Rausyanfikir berbeza dengan ilmuan. Seorang ilmuan mencari kenyataan, seorang rausyanfikir mencari kebenaran. Ilmuan hanya menampilkan fakta sebagaimana terdapat, rausyanfikir memberi penilaian sebagaimana seharusnya. Ilmuan berbicara dengan bahasa universal, rausyanfikir - seperti para nabi - berbicara dengan bahasa kaumnya. ilmuan bersikap neutral dalam menjalankan pekerjaannya, rausyanfikir harus melibatkan diri pada ideologi.'

Aduhai saudaraku sekalian yang pintar-pintar dan berilmu sangat...
Lupakah kalian dengan ajaran Rasulullah SAW kepada kita?
...' ilmu manusia itu terlalu cetek sekali jika dibandingkan dengan ilmu Allah seumpama setitis air dibandingkan dengan air di lautan '...
kalian taksub dengan ilmu yang setitik itu bahkan sanggup menghukum kafir saudara seagama...
Bahkan kalian sudah jelas belum sempurna iman  sebagaimana hadis Baginda SAW;

Diriwayatkan daripada Anas r.a: “ Nabi Muhammad SAW pernah bersabda: ” Tidak ada seorang pun di antara kalian dipandang beriman sebelum ia menyayangi saudaranya sesama Muslim seperti halnya ia menyayangi dirinya sendiri.”

Sabda Rasulullah S.A.W.  yang bermaksud :"Kamu tidak akan masuk syurga sehingga kamu beriman. Dan kamu tidak akan beriman sehingga kamu berkasih sayang. Mahukah kamu saya tunjukkan kepada sesuatu jika kamu lakukan kamu akan berkasih sayang? Sebarkanlah salam antara sesama kamu".
(Hadis Riwayat Muslim dari Abu Hurairah r.a).

Daripada maksud hadis tersebut sudah jelas kalian berada di lembah kerugian kerana tidak memahami makna sebenar ilmu kalian..

Bagaimana mahu berkasih sayang kalau mereka itu bukan satu firkah dengan kita?bahkan mereka mengajarkan pula ilmu yang sesat?
- Saudaraku,
Lupakah anda dengan sunnah Baginda SAW terhadap ummat Baginda?terhadap para sahabat dan juga kepada mereka yang masih kafir?

Sesungguhnya Abu Sa’id Al Khudriy bercerita: “ketika kami bersama Rasululluh Shallallahu’alaihi Wasallam dan beliau membagi-bagi sesuatu, datanglah kepada beliau Dzul Khuwaishiroh seorang berasal dari Bani Tamiim lalu berkata: “Wahai Rasulullah berbuat adillah!”. Lalu beliau menjawab: “celaku kamu, siapakah yang berbuat adil jika aku tidak berbuat adil. Engkau telah rugi dan celaka jika aku tidak adil”. Umar berkata: “Wahai Rasulullah izinkanlah aku memenggal lehernya” beliau menjawab: “Biarkan dia! Sesungguhnya dia memiliki pengikut, salah seorang dari kalian akan meremehkan sholatnya dibanding sholat mereka dan puasanya dibanding puasa mereka. Mereka membaca Al Qur’an tapi hanya ditenggorokan mereka saja. Mereka meninggalkan agama sebagaimana anak panah keluar dari busurnya”. (Mutafaqun alaihi). 

daripada maksud hadist diatas,kita perincikan pula maksudnya mengikut kefahaman kita seiring dengan maksud hadis dan sejarah tersebut;
1-  seorang dari kalian akan meremehkan sholatnya dibanding sholat mereka dan puasanya dibanding puasa mereka; - 
meremahkan solat orang lain dan membandingkan dengan solat kita(riak dalam Amalan)-menunjukkan dia lebih baik daripada si polan,iaitu merasakan diri dia lebih baik daripada orang lain.

saudaraku, 
berkasih sayang dalam islam terlalu luas maksudnya,..kita hanya perlu menunjukkan kasih sayang kita bermula daripada hati dan perbuatan..kita menyayangi saudara kita yang tersesat dengan ilmunya itu dengan mendoakan agar dia diberi petunjuk kebenaran oleh Allah SWT disamping kita menunjukkan kebenaran-kebenaran itu dengan dalil aqli dan naqli. Kita berakhlak pun sudah menunjukkan bahawa kita menjaga hak hablumminannas sesama manusia, iaitu tidak menguris perasaan saudara kita dalam apa jua keadaan agar tidak ada dendam (selumbar iblis) yang tertanam dalam hati agar dia mudah menerima teguran kesilapan itu dengan hati yang redha.  

Kisah  Rasulullah SAW menghalang malaikat yang mahu memusnahkan penduduk Taif .Ketika Baginda SAW pergi berdakwah kepada penduduk Taif, Baginda dicaci,dimaki,dihina dan dibaling dengan batu sehingga darah mengalir sampai di telapak kaki Baginda SAW..bahkan Baginda berdoa kepada Allah SWT supaya penduduk Taif itu diberi hidayah nur iman kerana mereka jahil tidak mengenali Tuhan Yang Maha Agung. Jelas bahawa kita seharusnya mendokan agar saudara kita itu mendapat petunjuk kebenaran Tauhid kepada mereka kerana telah Allah SWT mentakdirkan ilmu yang mereka pelajari itu  

Janganlah kita merasakan diri kita lebih baik daripada orang lain kerana belum tentu kita lebih baik daripada mereka dalam perkara yang lain. Dan sebagaimana kisah Nabi Musa ketika ditanyakan oleh kaumnya adakah Nabi Musa adalah orang yang sangat berilmu, maka Nabi Musa pun berkata, Ya, sayalah manusia yang berilmu dan memahami ilmu Tuhan,.maka dengan kata-kata itu Allah SWT menyuruh Nabi Musa AS bertemu dengan Nabi Khidir.
(kisah penuh-

 Laki-laki ini bertanya kepada Nabi Musa As., "Apakah di bumi ini terdapat orang yang lebih alim darimu?" Nabi Musa As. menjawab, "Tidak."
Nabi Musa As. adalah salah seorang Rasul yang mulia. Dia termasuk dari lima Rasul yang digelari Ulul Azmi. Nabi Musa As. menempati urutan ketiga diantara para Nabi dan Rasul yang mendapat gelar Ulul Azmi. Nabi Ibrahim As. berada di urutan kedua dan Nabi Muhammad Saw. di urutan pertama. Nabi Musa As. adalah Kalimullah (Nabi yang berbincang dengan Allah). Allah Swt. memberinya kitab Taurat yang berisikan cahaya dan petunjuk. Allah Swt. mengajarkannya banyak ilmu. Akan tetapi, seberapapun tingginya ilmu seorang hamba, dia haruslah tetap bertawadhu kepada Tuhannya. Jika dia ditanya dengan pertanyaan seperti itu, semestinya dia menjawab, "Wallahu a'lam." Seberapa pun ilmu yang dimiliki oleh seseorang tetaplah tidak ada bandingannya dibandingkan dengan ilmunya Allah Swt.
Allah Swt. mencela Nabi Musa As. yang tidak mengembalikan ilmu kepada-Nya. Allah Swt. mewahyukan kepadanya, "Ada, ada yang lebih alim darimu. Aku mempunyai seorang hamba di tempat bertemunya dua laut. Dia memiliki ilmu yang tidak kamu miliki." Manakala Nabi Musa As. menyimak hal itu, dia pun bertekad ingin menemui hamba shalih tersebut untuk menimba ilmu darinya. Nabi Musa memohon kepada Allah Swt. agar menunjukkan tempat keberadaannya. Allah Swt. memberitahu bahwa dia berada di tempat bertemunya dua laut. Allah Swt. memerintahkan Nabi Musa As. supaya membawa serta ikan yang telah mati. Musa akan menemukan hamba shalih itu di tempat di mana Allah Swt. menghidupkan ikan itu. Nabi Musa As. berjalan dengan seorang pemuda temannya menuju tempat bertemunya dua laut.
Dia meminta kepada si pemuda agar memberitahu jika ikan itu hidup. Keduanya sampai di sebuah batu di pantai. Nabi Musa As. berbaring di balik batu untuk beristirahat karena perjalanan panjang yang membuatnya letih. Di tempat itulah ikan itu bergerak- gerak di dalam keranjang. Dengan kodrat Allah Swt. ia hidup, melompat ke laut, membuat jalan yang terlihat jelas. Maka airnya berbentuk seperti pusaran, dan Allah Swt. menahan laju air dari ikan tersebut.
Si pemuda melihat ikan yang hidup itu, tetapi dia tidak menyampaikannya kepada Nabi Musa As. karena dia sedang tidur. Setelah terbangun, dia lupa menyampaikan perkara ikan tersebut kepada Nabi Musa As. Pemuda itu belum teringat kecuali setelah keduanya pergi dari tempat itu. Pada hari itu dan pada malam itu keduanya terus berjalan.
Pada hari berikutnya, ketika waktu makan siang telah tiba, Nabi Musa As. meminta pemuda itu untuk menghidangkan makan siang mereka berdua. Makanan mengingatkan pemuda itu kepada ikan, maka dia pun menyampaikan perkara ikan tersebut kepada Nabi Musa As. Ikan itu telah lompat pada saat keduanya beristirahat di batu kemarin. Perjalanan keduanya cukup mudah. Keduanya melewati tempat yang ditentukan, hingga kelelahan. Nabi Musa As. dan temannya berjalan berbalik menyusuri jejak semula yang telah mereka lalui, demi menuju ke batu tempat mereka beristirahat. Laki-laki yang dicari oleh Nabi Musa As. berada di sana di tempat di mana ikan itu lepas. Sampailah keduanya di batu itu. Keduanya mendapati seorang hamba shalih sedang berbaring di atas tanah yang hijau tertutup oleh kain, ujungnya di bawah kakinya dan ujung lainnya di bawah kepalanya.
Nabi Musa As. langsung memberi salam, "Assalamu'alaikum." Sepertinya daerah itu adalah daerah kafir. Oleh karenanya, hamba shalih tersebut merasa sangat aneh mendengar salam di daerah itu. Dia menjawab, "Dari mana salam di bumiku." Kemudian hamba shalih itu bertanya siapa Musa. Nabi Musa As. memperkenalkan diri sekaligus menyampaikan maksud kedatangannya. Dia datang untuk menyertainya dan belajar ilmu yang berguna darinya.
Hamba shalih itu berkata mengingkari perjalanan Nabi Musa As. kepada dirinya, "Apa kamu tidak merasa cukup dengan apa yang ada dalam kitab Taurat dan kamu diberi wahyu?" Kemudian hamba shalih itu menyampaikan bahwa ilmu mereka berdua berbeda, walaupun sumber keduanya adalah satu. Hanya saja, masing-masing mempunyai ilmu yang berbeda yang Allah Swt. khususkan untuknya. "Wahai Musa, sesungguhnya aku memiliki ilmu yang Allah ajarkan kepadaku yang tidak kamu ketahui. Kamu juga mempunyai ilmu yang Allah ajarkan kepadamu yang tidak Allah ajarkan kepadaku."
Nabi Musa As. meminta agar diizinkan untuk menyertainya dan mengikutinya. Dia menjawab, "Kamu tidak akan bisa bersabar bersamaku." Nabi Musa As. pun berjanji akan sabar dengan izin dan kehendak Allah Swt. Hamba shalih itu mensyaratkan atas Nabi Musa As. agar tidak bertanya tentang sesuatu sampai dia sendiri yang nanti akan menjelaskan dan menerangkannya.
Nabi Musa As. dan Nabi Khidhir As. berjalan di pantai. Keduanya hendak menyeberang ke pantai yang lain, dan mendapatkan perahu kecil yang akan menyeberangkan para penumpang di antara kedua pantai. Orang-orang sudah mengenal hamba shalih itu, maka mereka menyeberangkannya bersama dengan Nabi Musa As. ke pantai seberang secara gratis.
Nabi Musa As. dan Nabi Khidhir As. melihat seekor burung yang hinggap di pinggir perahu. Burung itu mematok air dari laut sekali, maka hamba shalih berkata kepada Nabi Musa As., "Demi Allah, ilmumu dan ilmuku dibandingkan dengan ilmu Allah hanyalah seperti yang dipatokkan burung itu dengan paruhnya dari air laut."
Ketika keduanya berada di atas perahu, Nabi Musa As. dikejutkan oleh Nabi Khidhir yang mencopot sebuah papan kayu dari perahu itu dan menancapkan patok padanya. Nabi Musa As. lupa akan janjinya, dengan cepat dia mengingkari.
Pengrusakan di bumi adalah kejahatan, yang lebih jahat jika dilakukan kepada orang yang memiliki jasa kepadanya, "Mengapa kamu melubangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya kamu telah berbuat suatu kesalahan besar." (QS. Al-Kahfi: 71). Di sini hamba shalih itu mengingatkan Musa akan janjinya, "Bukankah aku telah berkata, 'Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama denganku." (QS. Al-Kahfi: 72). Pertanyaan Nabi Musa As. yang pertama ini dikarenakan dia lupa, sebagaimana hal itu dijelaskan oleh Rasulullah Saw.
Nabi Musa As. dan Nabi Khidhir terus berjalan. Nabi Musa As. dikejutkan oleh Nabi Khidhir yang menangkap anak kecil yang sehat dan lincah. Nabi Khidhir menidurkan dan menyembelihnya, memenggal kepalanya. Di sini Nabi Musa As. tidak sanggup untuk bersabar terhadap apa yang dilihatnya. Dengan tangkas dia mengingkari, sementara dia menyadari janji yang diputuskannya. "Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang munkar." (QS. Al-Kahfi: 74)
Pengingkaran Nabi Musa As. dijawab oleh hamba shalih itu dengan pengingkaran, "Bukankah sudah aku katakan bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat bersabar bersamaku?" (QS. Al-Kahfi: 75)
Di sini Nabi Musa berhadapan dengan kenyataan yang sebenarnya, bahwa dia tidak mampu berjalan menyertai laki-laki ini lebih lama lagi. Nabi Musa tidak kuasa melihat perbuatan seperti ini dan diam. Hal ini kembali kepada dua perkara. Pertama, tabiat Nabi Musa. Nabi Musa dengan jiwa kepemimpinan yang dimilikinya sudah terbiasa menimbang segala sesuatu yang dilihatnya. Dia tidak terbiasa diam jika menyaksikan sesuatu yang tidak diridhainya.
Dan kedua, dalam syariat Nabi Musa, pembunuhan seorang anak adalah sesuatu kejahatan. Bagaimana mungkin Nabi Musa tidak mengingkarinya, siapa pun pelakunya. Dalam hal ini Musa mengakui kepada hamba shalih tersebut. Musa memohon kesempatan yang ketiga dan yang terakhir. Jika sesudahnya Nabi Musa bertanya, maka dia berhak untuk meninggalkannya.
Keduanya lantas berjalan, hingga tibalah di sebuah desa yang penduduknya pelit. Nabi Musa dan Nabi Khidhir meminta kepada mereka hak bertamu. Namun mereka berdua hanya mendapatkan penolakan dari mereka. Walaupun demikian, Nabi Khidhir memperbaiki tembok di desa itu yang miring dan hampir roboh. Ini perkara yang aneh. Mereka menolak menerima keduanya sebagai tamu, tapi hamba shalih ini memperbaiki tembok mereka dengan gratis.
Di sini Nabi Musa As. memilih berpisah. Hal ini ditunjukkan oleh pertanyaan Nabi Musa As. kepada hamba shalih tentang alasan dia memperbaiki tembok secara gratis, padahal tembok itu dimiliki oleh kaum yang menolak mereka.
Seandainya Nabi Musa As. bersabar menyertai hamba shalih ini, niscaya kita bisa mengetahui banyak keajaiban dan keunikan yang terjadi padanya. Akan tetapi Nabi Musa As. memilih berpisah setelah hamba shalih ini menerangkan tafsir dari perbuatannya dan rahasia yang terkandung dari perilaku yang dilakukannya. Dan perkara ini tercantum dalam surat Al-Kahfi.
Adapun tiga hikmah yang ada dibalik tiga kejadian yang 'diajarkan' oleh Nabi Khidir kepada Nabi Musa adalah :
Kejadian pertama adalah ketika Nabi Khidir menghancurkan perahu yang mereka tumpangi karena perahu itu dimiliki oleh seorang yang miskin dan di daerah itu tinggallah seorang raja yang suka merampas perahu miliki rakyatnya. Ini sesuai dengan firman Allah Swt. "Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera." (QS Al-Kahfi: 79)
Kejadian yang kedua adalah ketika Nabi Khidir menjelaskan bahwa beliau membunuh seorang anak karena kedua orang tuanya adalah pasangan yang beriman dan jika anak ini menjadi dewasa dapat mendorong bapak dan ibunya menjadi orang yang sesat dan kufur. Kematian anak ini digantikan dengan anak yang shalih dan lebih mengasihi kedua bapak-ibunya hingga ke anak cucunya. Ini sesuai dengan firman Allah Swt. "Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya)." (QS Al-Kahfi: 80-81)
Kejadian yang ketiga (terakhir) adalah dimana Nabi Khidir menjelaskan bahwa rumah yang dinding diperbaiki itu adalah milik dua orang kakak beradik yatim yang tinggal di kota tersebut. Didalam rumah tersebut tersimpan harta benda yang ditujukan untuk mereka berdua. Ayah kedua kakak beradik telah meninggal dunia dan merupakan seorang yang shalih. Jika tembok rumah tersebut runtuh, maka bisa dipastikan bahwa harta yang tersimpan tersebut akan ditemukan oleh orang-orang di kota itu yang sebagian besar masih menyembah berhala, sedangkan kedua kakak beradik tersebut masih cukup kecil untuk dapat mengelola peninggalan harta ayahnya. Ini sesuai dengan firman Allah Swt. "Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya". (QS Al-Kahfi: 82)
Akhirnya Nabi Musa As. sadar hikmah dari setiap perbuatan yang telah dikerjakan Nabi Khidir. Akhirnya mengerti pula Nabi Musa dan merasa amat bersyukur karena telah dipertemukan oleh Allah dengan seorang hamba Allah yang shalih yang dapat mengajarkan kepadanya ilmu yang tidak dapat dituntut atau dipelajari yaitu ilmu laduni. Ilmu ini diberikan oleh Allah SWT kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Nabi Khidir yang bertindak sebagai seorang guru banyak memberikan nasihat dan menyampaikan ilmu seperti yang diminta oleh Nabi Musa as. dan Nabi Musa menerima nasihat tersebut dengan penuh rasa gembira.)

Rasanya Kalian sudah masuk perangkap Iblis ketika mempelajari ilmu yang kalian belajar itu..mungkin juga kalian terperangkap disebabkan belajar suatu ilmu itu tanpa disiplin ilmu itu(iaitu tidak mempelajari suatu ilmu tanpa seorang guru,tetapi hanya belajar melalui kitab) dan juga disebabkan mengkaji suatu kitab tanpa memahami maksud disiplin ilmu ketika mengkaji kitab tersebut..inilah budaya mencedok ilmu,belajar tidak habis terhadap satu bidang ilmu tetapi berhujah dan berdebat dalam bidang ilmu tersebut..
Kalian bukan Ulamak, tetapi seolah-olah kalian mahu menjadi ulamak sedangkan kalian bukan mendalami bidang dengan disiplin. Berhati-hatilah kalian,kerana ilmu itu bisa menjadikan kalian menyesal kerana kalian tidak menghormati ilmu tersebut..Seorang guru saya pernah berkata,'belajar satu bidang ilmu itu hendaklah dengan seorang guru, kerana belajar tanpa seorang guru itu anda akan belajar dengan syaitan(emosi untuk mentafsir satu bidang ilmu),jangan mentafsir kitab-kitab jika belum menguasai ilmu nahu dan nasorob,ilmu hadist dan Al Quran kerana mentafsir satu kitab asal(dalam bahasa arab) memerlukan pemahaman penuh dalam ilmu bahasa,dan jangan sesekali mempertikai ijtihad para ulamak-ulamak silam kerana mereka itu lebih hampir zamannya dengan para sahabat dan belum terputus nasab ilmu tersebut daripada Rasulullah SAW berbanding kita umat akhir zaman. Tegakkan perkara yang Makruf dengan segala kemampuan diri mengikut perintah Tuhan, dan cegahlah kemungkaran itu dengan kekuatan iman kamu.'

Selama saya belajar ilmu syariah berkaitan dengan hukum sesat dan murtad, kita dilarang sama sekali menghukum saudara yang lain dengan murtad selagi mana dia masih menunaikan tuntutan ibadah seperti solat, puasa, zakat dan haji kerana jelas mereka masih mengakui sebagai seorang muslim apatah lagi dia masih mengatakan diri dia sebagai seorang islam berpegang dengan syahadah..
Kesesatan yang jelas boleh dipertikaikan adalah berkaitan dengan akidah(syahadah), iaitu  mensyirikkan Allah secara jelas dan mengatakan ada nabi/rasul selepas nabi Muhammad SAW ataupun mengaku sebagai nabi, itu barulah boleh dikatakan kafir secara total.
Tetapi sekiranya dia masih mengaku sebagai orang islam tetapi terpengaruh dengan firkah selain daripada Ahlulsunnahwaljamaah(ASWJ) maka kita dilarang sekali menghukum kafir.Kerana firkah itu masih sebahagian daripada cabang islam sebagaimana hadist;
...islam itu akan terbahagi kepada 73 firkah,cuma satu sahaja yang diterima oleh Allah SWT,iaitu Ahlulsunnahwaljamaah(ASWJ)...
Tidak dinyatakan langsung selain ASWJ itu kafir..
Sedarlah saudaraku yang yang berilmu sekalian, perpecahan umat islam yang utama sekali sejak zaman para sahabat ialah fitnah dan menghukum kafir kepada firkah yang lain sedangkan Allah SWT sendiri sudah mengakui bahawa mereka itu masih islam..bukanya kafir sebagaimana yang kalian dakwa..sesat itu pula bergantung kepada keadaan penggunaan ilmu tersebut,kerana hanya Allah SWT sahaja yang layak menghukum dan berhak ke atas setiap hamba-hambanya yang hidup di muka bumi ini.
 
Top